Ads

Jumat, 08 April 2011

Selamat Hari Raya Waisak 2563, kisah Siddharta Gautama

Jo Point Of View


Mengucapkan


Selamat Hari Raya Waisak 2563


Bagi Yang Merayakannya


Hari ini tanggal 9 Mei 2009 jatuh sebagai hari waisak ke 2563 yang merupakan Hari Raya bagi umat Buddha. Hari Raya Waisak selalu di rayakan di bulan Mei pada waktu terang bulan. Hari ini dirayakan untuk merayakan 3 kejadian penting (Tiga peristiwa ini dinamakan "Trisuci Waisak". ) dalam kehidupan Siddharta Gautama.


Sebenarnya siapakah Siddharta Gautama itu? Bagaimanakah perjalanan hidupnya sehingga tiga kejadian penting dalam hidupnya bisa dirayakan oleh Umat Budha? Berikut ini adalah ringkasan ceritanya:


Siddharta Gautama adalah seroang Pangeran dari Kerajaan Sakya yang beribokata di Kapilavattu, sebuah negara kecil di utara India. Ia dilahirkan atas hasil pernikahan dari Raja Suddhodana dari Suku Sakya dengan ibunya Ratu Mahä Mäyä Dewi dari Kerajaan Koliyas dengan ibukotanya di Dewadaha.


Pangeran Siddharta dilahirkan pada tahun 623 pada hari bulan purnama Waisak di Taman Lumbini. Dikatakan bahwa saat Pangeran Siddharta lahir dua arus kecil jatuh dari langit, yang satu dingin sedangkan yang lainnya angat. Arus tersebut membasuh tubuh Pangeran Siddhartha. Pangeran Siddhartha lahir dalam keadaan bersih tanpa noda, berdiri tegak dan langsung dapat melangkah ke arah utara, tempat yang dipijakinya tumbuh bunga teratai. Arti nama dari Siddharta sendiri adalah Yang Membawa Segala Kebaikan.


Oleh para pertapa di bawah pimpinan Asita Kaladewala diramalkan bahwa Pangeran Siddharta kelak akan menjadi Maharaja Diraja atau akan menjadi seorang Buddha. Hanya pertapa Kondañña yang dengan pasti meramalkan bahwa Sang Pangeran kelak akan menjadi Buddha. Mendengar ramalan tersebut Sri Baginda menjadi cemas, karena apabila Sang Pangeran menjadi Buddha, tidak ada yang akan mewarisi tahta kerajaannya.




Oleh pertanyaan Sang Raja, para pertapa itu menjelaskan agar Sang Pangeran jangan sampai melihat empat macam peristiwa, atau ia akan menjadi pertapa dan menjadi Buddha. Empat macam peristiwa itu adalah:




  1. Orang tua,

  2. Orang sakit,

  3. Orang mati,

  4. Seorang pertapa


Kata-kata pertapa Asita membuat Baginda tidak tenang siang dan malam, karena khawatir kalau putra tunggalnya akan meninggalkan istana dan menjadi pertapa, mengembara tanpa tempat tinggal. Untuk itu Baginda memilih banyak pelayan untuk merawat Pangeran Siddharta, agar putra tunggalnya menikmati hidup keduniawian. Segala bentuk penderitaan berusaha disingkirkan dari kehidupan Pangeran Siddharta, seperti sakit, umur tua, dan kematian. Sehingga Pangeran hanya mengetahui kenikmatan duniawi.


Sejak kecil sudah terlihat bahwa Sang Pangeran adalah seorang anak yang cerdas dan sangat pandai, selalu dilayani oleh pelayan-pelayan dan dayang-dayang yang masih muda dan cantik rupawan di istana yang megah dan indah. Di Usianya yang ke-7 Pangeran Siddharta telah mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Tetapi Pangeran Siddharta kurang berminat dengan pelajaran tersebut.


Dalam usia 16 tahun Pangeran Siddharta menikah dengan Puteri Yasodhara yang dipersuntingnya setelah memenangkan berbagai sayembara.


Pada suatu hari Pangeran Siddharta melihat seekor katak hampir ditelan oleh seekor ular. Sekian detik kemudian, seekor Elang langsng memberikan serangan mendadak dan menerkam sang Ular dan Sang Katak. Peristiwa ini telah menyebabkan Pangeran Siddharta berpikir bahwa Hidup manusia sama dengan katak, ular dan elang tadi; mereka yang kuat sentiasa memusnahkan mereka yang lemah dan begitulah seterusnya. Hakikat ini telah menyedarkannya Pangeran Siddharta bahawa kebahagiaan hanya dapat dicapai apabila semua perjuangan untuk terus hidup (kemandiran diri) ditamatkan.


Di hari lainnya, saat Pangeran Siddharta berada di luar perkarangan istana, Pangeran Siddharta melihat Orang tua yang berbadan bongkok dikeranakan usianya yang telah lanjut. Pangeran Siddharta juga melihat orang yang menderita penyakit serta melihat mayat yang sedang di bawa. Pangeran Siddharta yang masih muda merasa takut karena sebaik apapun kita merawat badan kita di masa muda akan tetap menua dan lemah nantinya di masa tua sehingga mudah terkena penyakit dan akhirnya akan membawa diri kita menghadap kepada kematian. Pangeran Siddharta lalu mulai merenung secara mendalam dan memutuskan untuk berusaha mencari penawar yang dapat mengobati permasalahan ini.


Pangeran Siddharta juga sempat melihat seorang pendeta yang berpakaian sangat ringkas tetapi kelihatan berseri, tenang. dan bahagia Ketenangannya itu ialah ketenangan yang dipunyai oleh seorang yang sanggup melepaskan segala kepuasan nafsu hidup. Pangeran Siddharta betul – betul merasa kagum dengan kebahagiaan dan ketenangan yang diperlihatkan sang pendeta itu.


Dengan melihat semua hal di atas, berarti Pangeran Siddharta sudah melihat "Empat Kondisi" yang diramalkan sebelumnya yang akan membuat dia mengambil keputusan menjadi seorang Budha. Dan setelah melihat empat kondisi ini yaitu orang tua, orang sakit, orang mati dan orang suci, Pangeran Siddharta bersedih dan lalu menanyakan kepada dirinya sendiri, "Apa arti kehidupan ini, kalau semuanya akan menderita sakit, umur tua dan kematian. Lebih-lebih mereka yang minta pertolongan kepada orang yang tidak mengerti, yang sama-sama tidak tahu dan terikat dengan segala sesuatu yang sifatnya sementara ini!". Pangeran Siddharta berpikir bahwa hanya kehidupan suci yang akan memberikan semua jawaban tersebut.


Pergolakan batin Pangeran Siddharta berjalan terus sampai berusia 29 tahun, tepat pada saat putra tunggalnya Rahula lahir. Pada suatu malam, Pangeran Siddharta memutuskan untuk meninggalkan istananya dan dengan ditemani oleh kusirnya, Canna. Tekadnya telah bulat untuk melakukan Pelepasan Agung dengan menjalani hidup sebagai pertapa, walaupun dengan melakukan hal ini berarti dia harus meninggalkan keluarganya dan segala kemewahan dan keistimewaan yang ia miliki sebagai seorang Pangeran.


Didalam pengembaraannya, pertapa Gautama mempelajari latihan pertapaan dari pertapa Bhagava dan kemudian memperdalam cara bertapa dari dua pertapa lainnya, yaitu pertapa Alara Kalama dan pertapa Udraka Ramputra. Namun setelah mempelajari cara bertapa dari kedua gurunya tersebut, tetap belum ditemukan jawaban yang diinginkannya. Sehingga sadarlah pertapa Gautama bahwa dengan cara bertapa seperti itu tidak akan mencapai Pencerahan Sempurna.


Kemudian pertapa Gautama meninggalkan kedua gurunya dan pergi ke Magadha untuk melaksanakan bertapa menyiksa diri ditemani oleh lima pertapa lainnya di hutan Uruwela, di tepi Sungai Nairanjana yang mengalir dekat Hutan Gaya. Walaupun telah melakukan bertapa menyiksa diri selama enam tahun di Hutan Uruwela, tetap pertapa Gautama belum juga dapat memahami hakekat dan tujuan dari hasil pertapaan yang dilakukan tersebut.


Pada suatu hari pertapa Gautama dalam pertapaannya mendengar seorang tua sedang menasehati anaknya di atas perahu yang melintasi sungai Nairanjana dengan mengatakan:


Bila senar kecapi ini dikencangkan, suaranya akan semakin tinggi. Kalau terlalu dikencangkan, putuslah senar kecapi ini, dan lenyaplah suara kecapi itu. Bila senar kecapi ini dikendorkan, suaranya akan semakin merendah. Kalau terlalu dikendorkan, maka lenyaplah suara kecapi itu


Nasehat tersebut sangat berarti bagi pertapa Gautama yang akhirnya memutuskan untuk menghentikan tapanya lalu pergi ke sungai untuk mandi. Badannya yang telah tinggal tulang hampir tidak sanggup untuk menopang tubuh pertapa Gautama. Seorang wanita bernama Sujata memberi pertapa Gautama semangkuk susu. Badannya dirasakannya sangat lemah dan maut hampir saja merenggut jiwanya, namun dengan kemauan yang keras membaja, pertapa Gautama melanjutkan samadhinya di bawah pohon bodhi (Asetta) di Hutan Gaya, sambil berprasetya, "Meskipun darahku mengering, dagingku membusuk, tulang belulang jatuh berserakan , tetapi aku tidak akan meninggalkan tempat ini sampai aku mencapai Pencerahan Sempurna."


Sekarang pertapa Gautama menjadi terang dan jernih, secerah sinar fajar yang menyingsing di ufuk timur. Pertapa Gautama telah mencapai Pencerahan Sempurna dan menjadi Samyaksam-Buddha [Sammasam-Buddha], tepat pada saat bulan Purnama Raya di bulan Waisak ketika ia berusia 35 tahun (menurut versi Buddhisme Mahayana, 531 SM pada hari ke-8 bulan ke-12, menurut kalender lunar. Versi WFB, pada bulan Mei tahun 588 SM).


Dua bulan setelah mencapai Samyak Sambodhi, yaitu pada bulan Asadha purnama sidhi, untuk pertama kalinya Buddha Gautama mengajarkan Dharma yang maha sempurna kepada 5 pertapa (Panca Vagiya) yaitu Kaundinya, Asvajit, Badrika, Mahanama, dan Dasabala Kasyapa. Peristiwa kotbah ini terjadi di Taman Rusa Isipatana di dekat kota Benares. Kotbah pertama itu dikenal sebagai kotbah Pemutaran Roda Kebenaran (Dharma Cakra Pravartana Sutra). Lima perpata ini adalah lima pertapa yang sebelumnya menemani dirinya bertapa menyiksa diri di hutan Uruwela.


Buddha Gautama berkelana menyebarkan Dharma selama empat puluh lima tahun lamanya kepada umat manusia dengan penuh cinta kasih dan kasih sayang, hingga akhirnya mencapai usia 80 tahun.


Khotbah terakhir Buddha Gautama dilakukan pada saat Buddha Gautama dalam keadaan sakit, terbaring di antara dua pohon sala di Kusinagara. Buddha Gautama kemudian meninggal di umur 80 tahun (Parinibbana) di hari purnama Waisak (versi Buddhisme Mahayana, 486 SM pada hari ke-15 bulan ke-2 kalender Lunar. Versi WFB pada bulan Mei, 543 SM)..


Jika Anda baca tulisan di atas maka Anda tau bahwa 3 kejadian penting Buddha Gautama Jatuh di bulan purnama waisak sehingga perayaan waisak selalu di rayakan di pada saat bulan purnama waisak. 3 Kejadian tersebut adalah:




  1. lahirnya Pangeran Siddharta di Taman Lumbini di tahun 623 S.M.,

  2. Pangeran Siddharta mencapai Penerangan Agung dan menjadi Buddha di Buddha-Gaya (Bodhgaya) pada usia 35 tahun di tahun 588 S.M., dan

  3. Buddha Gautama mangkat di Kusinara pada usia 80 tahun di tahun 543 S.M.


Tiga peristiwa ini dinamakan "Trisuci Waisak". Keputusan merayakan Trisuci ini dinyatakan dalam persidangan pertama Persaudaraan Buddhis Sedunia (World Fellowship of Buddhists - WFB) di Sri Langka pada tahun 1950. Perayaan ini dilakukan pada purnama pertama di bulan Mei.


Siddharta Gautama sendiri tidak di anggap sebagai sang hyang Buddha pertama atau terakhir oleh Penganut Buddha. Secara teknis, Buddha, seseorang yang menemukan Dharma atau Dhamma (yang bermaksud: Kebenaran; perkara yang sebenarnya, akal budi, kesulitan keadaan manusia, dan jalan benar kepada kebebasan melalui Kesadaran, datang selepas karma yang bagus (tujuan) dikekalkan seimbang dan semua tindakan buruk tidak mahir ditinggalkan. Pencapaian nirwana (nibbana) di antara ketiga jenis Buddha adalah serupa, tetapi Samma-Sambuddha menekankan lebih kepada kualitas dan usaha dibandingkan dengan dua lainnya.


Ok itu saja yang bisa saya jelaskan.


Catatan:


Mengingat saya bukan Umat Agama Buddha jadi yang saya sampaikan disini adalah sebagian besar dari sejarah Siddharta Gautama saja yang saya ambil dari sumber-sumber di bawah ini:


2 Responses to “Selamat Hari Raya Waisak 2563”

  1. wah..
    penjelasan mas komplit bgt neh

    ahhahah..

    luar biasa bgt posting na
    saya yg agama buddha saja gag tao

    mas tukaran link yuk..

    blogwalking yah : rahasia-masa-depan.blogspot.com

    mohon bantuan habis na masi newbie =p

  2. admin says:

    makasih ya

    link nya dah di add tuh

Tidak ada komentar: