Ads

Sabtu, 16 April 2011

Emosi Yang Cerdas

Dari Milis


Pada kesempatan pertama ini, saya ingin mengajak anda berbicara mengenai Kecerdasan Emosional. Khusus kali ini, kita akan menjawab pertanyaan: kenapa sih orang menyebutnya emosi yang cerdas? Apa sebenarnya pengertian dibalik istilah Kecerdasan Emosional?


Ada banyak sekali definisi tentang kecerdasan emosional, namun apa pun definisinya, yang jelas kecerdasan emosional mengandung 2 kata yang luar biasa yakni: 'cerdas' dan 'emosi'. Kedua kata inilah yang mendorong riset puluhan tahun di bidang neuroscience (ilmu tentang syaraf) yang akhirnya menyimpulkan begini: pada intinya, kemampuan berfikir Anda mempengaruhi emosi Anda, demikian pula sebaliknya, emosi Anda pun mempengaruhi kualitas pikir anda. Untuk mudahnya, saya beri gambaran, Anda cerdas secara emosional bila nalar Anda sanggup mengarahkan ekspresi emosi Anda.




Saya punya banyak contoh yang menarik! Suatu ketika ada seorang ulama menangkap seorang pencuri sandal disuatu masjid. Ia segera mengejar pencuri sandal itu dan akhirnya berhasil menangkapnya. Dalam situasi itu, sebenarnya ulama itu bisa mengumpat, memaki, atau memukul pencuri itu, namun ia bisa mengendalikan emosinya dengan nalarnya. Dalam tegas ia menghardik pencuri itu, “Saya tidak suka kamu mengambil sesuatu yang bukan milik kamu. Nista sekali. Sekarang kembalikan sendal itu ke masjid.... Ini uang buatmu untuk membeli sendal. Berjanjilah, kamu tidak akan mengulangi lagi!” Perhatikan disini, bagaimana ulama ini memberi contoh ketika nalarnya sanggup menggerakan emosinya kepada pencuri itu secara positif.


Ada contoh yang lain. Ini terjadi disuatu SMP. Kali ini guru dan kepala sekolah dihadapkan pada permasalahan siswi-siswi yang ingin tampil secara modern. Banyak di antara siswi mereka mulai memakai lipstik. Masalah pun muncul. Soalnya, selain berlipstik, sewaktu bercermin, mereka mereka meninggalkan cap-cap lipstik, kotor, sulit dibersihkan. Larangan dibuat, tapi ternyata tidak ada yang jera. Bahkan berbagai kata sindiran dan larangan dibuat, misalnya, “Hanya binatang yang menempelkan bibirnya ke sembarang tempat”, “Yang nempelin lipstik sembarangan, otak kerbau!” Tapi, kata-kata ini tidak ada efeknya.


Suatu hari, kepala sekolah kehabisan kesabarannya. Ia mengumpulkan semua anak putri diruangan ganti pakaian. Lantas dengan tenang ia bercerita kepada semua anak putri tersebut. “Anak-anak, pasti kalian tahu kenapa kalian dikumpulkan disini. Terus terang, saya ingin menceritakan sesuatu untuk kebaikan kalian. Seperti kalian ketahui, banyak yang me-nempelkan bibirnya kecermin ini. Tapi, demi kesehatan kalian saya ingin menunjukkan bagaimana cermin ini dibersihkan. “ Lantas ia mengambil petugas kebersihan. Petugas itu disuruh untuk mendemonstrasikan bagaimana selama ini cermin-cermin yang kotor tersebut dibersihkan. Ternyata, petugas kebersihan mengambil kain pel yang ada gagangnya lantas mulai mencelupkan kain pelnya kedalam air di salah satu toilet. Lantas kain lap yang sudah basah dengan air toilet itu mulai disapukan ke cermin untuk membersihkan semua cap lipstik yang ada. Bisa membayangkan reaksi dan ekspresi siswi-siswi itu? Semua siswi tersebut kaget, dan merasa jijik. Pertemuan lalu dibubarkan. Dan sejak saat itu tidak pernah ada lagi cap lipstik di cermin sekolah.


Atau, ada cerita lain lagi. Seorang ibu yang terkaget-kaget melihat dinding rumahnya kotor berantakan, dicoreti spidol oleh anaknya. Ia bingung bila ia marah berarti ia membunuh kreativitas anaknya. Bila dibiarkan, dinding rumah jadi kotor. Akhirnya, daripada memarahi dan membunuh kreativitas anak itu, dia menempelkan kertas putih di dinding dan membolehkan anaknya melukis, tetapi hanya di dinding berkertas putih itu. Anak itu ternyata setuju. Si anak tetap terjaga kreativitasnya, dan si ibu pun merasa senang karena kebersihan dindingnya tetap terjaga.


Masih ada banyak cerita lain, namun dari berbagai cerita tentang kecerdasan emosional, yang paling saya sukai adalah kisah nyata tentang William Henry Harrison, presiden Amerika yang ke-9. Sewaktu masih kecil, William punya pertunjukan yang aneh. Ia seringkali pergi kelapangan taman yang ramai dikunjungi orang dan nongkrong di situ. Orang-orang yang lewat mungkin berfikir bahwa Willam adalah anak yang dungu. Kenapa? Karena ketika orang memberikan pecahan uang dollar terdiri dari satu, lima, dan sepuluh dollar, William hanya akan mengambil recehan terkecil, yakni uang 1 dollar. Jelas, ini jadi pertunjukan yang aneh. Orang-orang berlomba menaruh uang 1, 5 dan 10, dan William hanya akan mengambil yang 1 dollar saja.


Orang-orang pun merasa betapa bodohnya William, dan semakin banyak yang tertarik untuk menguji kebodohan William ini. Hingga suatu ketika, seorang guru William yang kebetulan lewat dan melihat apa yang terjadi pada William mencoba menjelaskan. Guru itu mulai menerangkan bahwa uang 10, lebih besar dari 5, dan 10 dan 5 lebih besar daripada uang 1. William kecil pun menjawab. “Bu Guru, saya tahu. Tapi, Bu, kalau saya mengambil yang 10 dollar, tidak ada lagi yang aneh dari prilaku saya. Karena saya hanya mengambil 1 dollar, mereka terus melemparkan uang mereka ke topi saya. Mereka senang, saya pun senang. “ Lihat, betapa luar biasanya anak kecil ini. Ia mungkin tampak bodoh, namun kecerdasan emosionalnya luar biasa. Ia rela membiarkan dirinya ditertawakan, namun sebenarnya yang menertawakan kebodohan orang-orang yang memberi uang akhirnya adalah William sendiri.


Para pembaca, mereka yang cerdas secara emosional itu juga mengalami berbagai gejolak emosi, karena berbagai rangsangan yang berasal dari sekitar mereka. Sang ulama marah, kepala sekolah juga geram dengan perilaku siswinya. Begitu pula si ibu dengan anaknya. Juga William, yang pasti juga merasa malu karena ditertawakan. Namun, mereka semua secara SADAR berusaha mengendalikan dan memilih ekspresi emosi mereka yang terbaik.


Kadang kita diperbudak oleh emosi-emosi yang menghasilkan tindakan destruktif karena selama ini kita telah membiarkan diri dikendalikan oleh emosi kita. Bila kita memakai nalar kita untuk mengarahkan emosi kita, kitalah yang akan mengendalikan emosi kita, dan bukan sebaliknya kita menjadi cerdik secara emosional, sehingga emosi itu menjadi sumber daya yang bermanfaat.


Agar Anda selalu memilki emosi yang cerdas, mulai sekarang pikirkanlah, “Apakah kali ini, saya telah mengekspresikan emosi saya secara cerdas?”


Langkah kedua, lain kali jika anda mengekspresikan emosi anda, pikirkan sejenak. “Jika orang yang sangat saya kagumi menghadapi situasi yang saya hadapi sekarang, bagaimana kira-kira cara dia mengekspresikan emosinya?”


Be emotionally intelligent.


Smart Emotion - Anthony Dio Martin

Tidak ada komentar: