Ads

Jumat, 15 April 2011

Ironi Permusuhan ( Tawuran ) SMU

Di bulan April kemarin, mungkin di sekitar minggu kedua atau minggu ketiga, saya lupa tepatnya kapan, seperti biasa, saya pulang dari kantor sekitar jam 17:00 WIB lewat dikit. Saya pulang kantor dengan menaiki Bus yang mengarah ke terminal senen.


Perjalanan saya cukup lancar karena Bus tersebut melalui TOL tepat di saat jalur biasa dalam keadaan macet-macetnya. Saya hanya bisa tersenyum melihat mereka yang harus bermacet-macetan di jalan biasa.


Tidak lama setelah saya keluar tol dan masuk ke daerah yang lancar kembali. Ketenangan saya diganggu dengan naiknya segerombalan Siswa SMU. Mereka naik berbondong-bondong. Seperti kebanyakan anak SMU lainnya jika sedang bergerombol, mereka merasa kuat dan perkasa. Keneknya sampai harus adu mulut dulu dengan para siswa tersebut sebelum akhirnya di bayar dengan uang yang benar-benar pas.


Bus pun terus melaju, sampai ke suatu tempat yang sepertinya tempat anak tongkrongan SMU lainnya. Para Siswa SMU itu kemudian pada berdiri di dekat pintu. Lalu saat melewati 3 orang anak SMU yang sedang nongkrong, Para Siswa SMU yang banyak itu lalu menereaki 3 orang yang sedang nongkrong tersebut.


Ketiga anak SMU yang sedang nongkrong itu kemudian marah, lalu mulai mengejar. Salah satunya langsung dengan cepat, sambil berlari, membuka gesper yang melingkari tubuhnya dan mengejar. Anak SMU yang di dalam BUS kemudian berteriak-teriak kepada sang supir, "Pir tancap pir, kebut...!!!".


Karena sang Supir tidak mau busnya nantinya jadi korban timpukan batu, akhirnya sang Supir menerobos jalur busway, dan saat ia melihat ada puteran, ia masuk keputeran tersebut dan bukannya berputar, ia malah berjalan melawan arah. Ia berjalan melawan arah sampai lampu merah berikutnya. Hal ini dia lakukan, karena jika dia memaksa lewat jalur biasa, maka Busnya akan terjebak macet, dan entah apa jadinya nanti Nasib Busnya.


Anak-anak SMU yang di dalam berteriak-teriak seakan-akan mereka telah memenangkan sesuatu. Mereka tidak sadar bahwa mereka telah membahayakan semua yang ada di dalam bus. Tetapi untuk apa? Hanya untuk meneriaki anak-anak nongkrong yang sebenarnya tidak akan mengejar mereka jika mereka tidak di panasi.




Sang kenek kemudian marah-marah kepada mereka. Menanyakan kenapa mereka tidak turun saja. Mereka yang gerombolan itu tidak berani sama sekali melawan 3 orang anak SMU yang nongkrong tadi. Semua yang di BUS juga jadi kesal. Untung saja 3 orang tadi tidak menyambit bus dengan batu. Karena tentu saja, jika 3 orang tadi, yang kemungkinan besar merupakan atlet lepar lembing, melempar batu, yang jadi korban nantinya adalah Sang Supir yang kaca mobilnya pecah, dan juga orang yang kebetulan duduk di kaca yang ada batunya. Tentu saja anak SMU yang di dalam bus tidak akan jadi korban dari lemparan batu tersebut, karena mereka tidak ada yang duduk. Mereka semua bergerombol di bagian belakang bus, menjadikan para penumpang lainnya sebagai tameng.


Perjalanan hari itu rusak karena mereka. Mood saya jadi jelek seharian. Tentu saja, dengan makin banyak temannya yang turun. Anak SMU tadi menjadi semakin tenang. Bahkan saat mereka semua sudah mendapatkan tempat duduk. Mereka menjadi lebih tenang dari penumpang lainnya.


Sekitar 1 mingguan setelah kejadian tersebut. Di suatu hari Jumat, saat saya pulang kantor. Di tempat Gerombolan anak-anak SMU itu naik, naik lagi beberapa Anak SMU. Kali ini jumlah mereka lebih sedikit dari sebelumnya. Mungkin hanya sekitar 8 orangan. Saya tidak tau apakan mereka orang-orang yang sama dengan yang sebelumnya. Tetapi kali ini, banyak di antara mereka membawa Mistar. Sebuah penggaris besi yang saya rasa lebih dianggap sebagai senjata bagi mereka daripada sebagai penggaris. Entahlah mereka memang benar-benar pernah menggunakannya sebagai senjata atau tidak. Saya tidak begitu peduli.


Kali ini, walau gaya mereka ugal-ugalan juga. Tetapi mereka tampaknya bukan orang yang suka mencari masalah. Perjalanan saya kali ini lebih damai.


Saya bisa memenjamkan mata sejenak, sampai akhirnya saya terbangun di suatu tempat. Saat saya mencapai suatu lokasi tertentu. Lokasi tersebut adalah lokasi tempat banyak anak SMU Nongkrong. Anak SMU yang tadi naik bus berlapan itu, kini hanya tinggal 4 orang. Kemungkinan 4 teman lainnya sudah turun saat saya tidur.


Tidak terlihat wajah-wajah garang dan ugal-ugalan yang mereka tampakan tadi, saat mereka masih ramai dan lokasi yang mereka lalui masih aman. Kini yang saya lihat adalah sebuah wajah ketakutan. Saya lihat kini mereka berwajah tegang dan takut. Mereka kini berjongkok-jongkok di tengah bus. Mereka berjongkok walaupun ada banyak tempat duduk kosong di bus tersebut.


Barulah saya sadar, mereka takut terlihat oleh Anak-anak SMU yang sedang nongkrong tersebut. Rasa takut itu begitu besarnya sehingga mereka rela membuang gaya gaya berani mereka saat beramai-ramai bertingkah bagai raja, menjadi seperti anak kecil yang sedang ketakutan kepada hantu yang ada di kolong tempat tidurnya. Mereka terus berjongkok, dengan mistar di tangan mereka, yang kini saya yakin belum pernah mereka gunakan. Mereka adalah kebalikan dari anak-anak SMU yang saya lihat minggu sebelumnya, mereka adalah anak-anak SMU cinta damai yang menjadi korban oleh teman-teman mereka yang mengumbar permusuhan dengan anak-anak sekolah lainnya.


Kini setiap pulang, mereka selalu merasa khawatir dengan nyawa mereka. Mereka takut apa jadinya mereka saat mereka terlihat oleh rombongan anak SMU tongkorongan tersebut, yang tentunya tidak peduli jika mereka tidak pernah ikut tawuran. Anak tongkrongan tersebut tidak akan peduli walaupun mereka tidak pernah meneriaki mereka saat naik Bus. Yang mereka peduli adalah, selama mereka bersekolah di sekolah yang mereka anggap musuh mereka. Maka mereka adalah musuh. Maka mereka mesti diberi pelajaran. Dipukuli mungkin sudah menjadi nasib mereka, hanya di palak jika mereka cukup beruntung.


Hari itu saya merasa seperti di tusuk. Apa jadinya jika setiap hari, mereka harus melalui hari-hari seperti ini. Bisakah damai mereka dalam belajar? Saya tidak tau. Untunglah, anak SMU yang nongkrong itu tidak begitu memperhatikan BUS Kami. Bus akhirnya berjalan lancar kembali meninggalkan mereka. Setelah mereka ( ke empat anak SMU tadi ) merasa aman, mereka kemudian duduk di bangkunya masing-masing. Mereka kini jauh lebih diam dari sebelumnya. Walaupun kini mulai terdengar suara-suara senga dan gaya jagoan mereka sesekali. Tetapi saya sudah tidak ambil pusing lagi.


Sampai kapan ya keadaan Sistem Pendidikan kita seperti ini. Jika orang yang mau belajar saja harus mengalami takut seperti ini? Bagaimana mereka bisa pintar. Masalah ini bukanlah masalah yang baru terjadi, tetapi merupakan masalah lama yang berlangsung bertahun-tahun lamanya? Apakah yang bisa kita lakukan untuk mengubah hal ini?

2 Responses to “Ironi Permusuhan ( Tawuran ) SMU”

  1. Andrexix says:

    bodoh sekali y mrka berbuat bgtu……..
    anak yg prtama sy rasa jngkel………

    mmg mrka dapat piala n uang bnyak habis mrka berbuat bgtu???
    klo iy sy jg mau……
    tpi klo tdk bwt ap??

  2. Bener ya, yang mereka dapat hanya kesenangan gak jelas dan kebanggaan yang memalukan

    Memang deh negara kita terlalu banyak orang berpikir pake emosi, bukan pake logika

Tidak ada komentar: